Jumat, 15 April 2016

cerpen islami

  SENTUH AKU DENGAN IMANMU
“Wahh… Ibu-ibu lihat tuh! calon suaminya si Ratna bawa apalagi, tuh?” tanya ibu Siska penasaran.
“Kayanya baju-baju pernikahan. Lihat saja tasnya gede banget gitu. Enak banget yah, jadi --jeng Mila, punya calon menantu seorang dokter,”` Jawab ibu Siti.
“Bener banget jeng, Konon kata orang maharnya aja 100 Gram mas, plus  duitnya aja pakai yang nulis sendiri jumlahnya, kalau ga salah namanya itu… Cr…e..ek….”
“Maksud jeng Siska,  pakai Cek?” sahut ibu-ibu yang lain.
Yah itu.. “
            Beginilah suasana desa di sekitar komplek rumahku.  Sinar mentari pagi  selalu di sambut dengan ibu-ibu yang asik dengan obrolan mereka. Setiap hari berganti tema yang mereka guncingkan. Dan sekarang yang lagi ngehits yaitu pernikahan Ratna Vs Pernikahanku. Apalagi saat membeli sayuran kaya gini, menjadi tempat yang strategis bagi mereka. Dan dari sekian ibu-ibu itu, salah satunya adalah ibuku. jadi tak heran  kalau setelah pulang membeli sayuran, --ini dia yang di bahas ibu di dapur.
“Jeng Mila itu beruntung, Punya anak kaya Ratna, tinggi, putih, cerdas, sekarang mau nikah sama seorang dokter. Super perfect deh. Andaikan ibu punya anak kaya gitu, pasti ibu bahagia.”
“Kenapa ibu enggak adopsi Ratna aja jadi anak ibu?” jawabku santai.
“Kamu kok bilangnya kaya gitu.  Kamu itu persis kaya bapakmu. Susah diajak ngobrol. Pantas saja kamu dapat calon suami kaya Irsyad, --Si pengangguran terselubung” cetus ibu. 
“Loh-loh… Kok nyambungnya ke situ sih. Apa  maksud ibu bilang Mas Irsyad Pangangguran terselubung?”  sahutku kesal
“Lah emang benar kok. berapa sih gaji seorang Ustad? paling hanya dapat shodaqoh dari wali murid. Itu pun kalau ada yang mau ngasih.  Dia itu sama saja dengan pengangguran yang lain, bedanya dia pakai embel-embel Ustadnya itu…,”
“Syifa enggak suka omangan ibu. Pekerjaan  Mas Irsyad itu justru mulia, memberikan ilmu di jalan Allah, mengajarkan seorang manusia untuk selalu dekat dengan peciptanya, melalui lantunan ayat-ayat-Nya. Tidak bisa di ukur dengan gaji berjuta-juta, yang cepat habis.  Tetapi niatnya mengajar akan membawa kebahagian bukan hanya di dunia tapi di akhirat pula.”   seketika ibu diam.

***

            Aku menngenal Mas Irsyad seperti aku mengenal makanan yang aku lahap setiap hari. Aku tahu rasanya. Manis, pedas, hingga asem dalamnya. Tak ada alasan tuk menolak makanan yang di depan mata tatkala lapar menghujang. Semua itu tetap aku kunyah jadi satu. Enak dan lezat. Mas Irsyad memberiku asupan gizi empat sehat, lima sempurna melalui lantunan ucapanya, keindahan tutur katanya, sikap dan sifatnya yang menjagaku menjadi gadis suci dan bermartabat dengan kehormatanya. Aduhai, aku yakin jagat raya pun iri kepadaku. Beruntung dan beruntung mendapatkan Mas Irsyad. Malaikat tak bersayapku.       

            Kalau setiap malam aku pandangi baju pengantin ini rasanya kutak sabar menunggu hari-H. Seminggu rasanya berbulan-bulan. Memang aku akui gaun ini tak seindah gaun pengantin William dan Chaterine Middleton atau Raffi Ahmad dengan Nagita bahkan dengan Ratna tetanggaku sendiri. Tapi baju ini adalah warisan dari almarhum ibunya Mas Irsyad, wanita yang melahirkan anak tampan dan sholeh. Aku berharap kebahagiaan ibunya Mas Irsyad bisa mengalir kepadaku, lewat baju ini.

            Pintaku terputus setelah terdengar dari ruang tamu, suara mas Irsyad yang mengucapkan salam. Aku bergegas merapikan baju dan kerudungku dan berlalu menemui –calon suami. Ibu dan ayah sudah dulu berbincang dengan calon menantunya. Aku mengucapkan salam dan duduk di samping ibu. Lelaki tampan bermata sayup itu membalas salamku dengan senyum legitnya. Kemudian dia melanjutkan arah  tujuanya datang kerumahku.

            “Ibu, bapak, kedatangan saya kemari selain bersilaturrahmi tetapi juga ingin membicarakan tentang mahar pernikahan.  Apakah ada  sesuatu yang diinginkan Syifa?”
            “Sebigutukah penting sebuah mahar Mas, dalam pernikahan?” tanyaku
            “Penting, mahar dalam islam merupakan tanda cinta, juga sebagai simbol penghormatan dan pengagungan yang disyariatkan oleh Allah sebagai hadiah laki-laki kepada colon istrinya. Seperti firman Allah: berilah mereka mahar dengan penuh ketulusan. Tetapi jika mereka rela memberikan sebagian dari mahar, maka ambillah dengan cara yang halal dan baik”*[1] jelas Mas Irsyad
            “Kalau begitu terserah dari pihak Mas Irsyad sendiri, syifa nuru…”
            “maksudnya Syifa itu dia nurut apa kata ibunya.” serobot ibu tiba-tiba  membuatku mati kata. Ibu pun melanjutkan  “Kalau mahar sebagai tanda penghormatan Irsyad kepada Syifa, dari pihak wali syifa menginginkan mahar yang  berbeda dengan  pernikahan yang lain, bisa?”
            “Maaf, maksud ibu ,  berbeda seperti apa?”
            “Yah berbeda. Ibu ingin pernikahan anak satu-satunya ibu, bisa istimewa di bandingkan yang lain. Emas, uang, dan seperangkat alat shalat sudah biasa.  Ibu ingin yang—Wauww. Biar semua orang tahu , -- bahwa Syifa juga bisa mempunyai calon suami yang bisa di andalkan.”   tegas ibu
            Diam dan diam. Mulutku bisu, gerombolan kata-kata meluap di hati tuk diucapkan, namun  mulut ini  hanya bisa mangap-mangap tak bersuara. Apalagi Ayah, hanya bisa berekspresi tak berdosa,  sambil mengangguk-anggukan setiap kalimat ibu. Tuhan… Maafkan ibuku yang telah menyakiti perasaan Mas Irsyad. Sekarang apa pun keputusan lelaki di depanku ini aku pasrah.
            “Saya sangat memahami permintaan ibu. Insya Allah empat hari kedepan ini, saya akan berusaha mencari mahar  apa yang sekiranya  layak, saya berikan kepada putri ibu, yang sholehah ini. Dan Insya Allah berbeda dengan pernikahan yang lain. “ Jelas Mas Irsyad sekaligus berpamitan.

***


            Rembulan masih bergantung di cakrawala. Sesekali sinarnya tertutup awan yang berarak-arak. Bintang-bintang satu persatu mulai keluar untuk menyusur hidup. Disini. Dikamar ini aku masih termenung. Aku tak sangka ke-irian ibu terhadap ibu Mila berimbas pada Mas Irsyad. Jangan pernah padakan calon imamku dengan calonya Ratna, kerena memang bukan kekayaanya yang kupandang. Bodo amat masalah mahar atau apalah itu, bagiku  cukup dari sinar ketulusanya mencintaiku dan niat sucinya membangun mahligai rumah tangga bersamaku. Apakah ada mahar yang berbeda dengan  pernikahan yang lain? mungkin tak ada. Aku pun belum pernah melihatnya.  Secara tidak langsung ibu meragukan kemampuan Mas Irsyad. Tapi aku yakin Allah memberikan akal kepada manusia untuk memecahkan setiap mesteri, dan misteri itu bisa terpecahkan  ketika hati telah terpaut kepada-Nya.  “Mas Irsyad, goyangkan dan  pecahkanlah titik belenggu  misteri di hati ibuku hingga beliau tersenyum dan melihat akan niat sucimu” batinku
***

Hari itu pun tiba, 12-12-2012…
Ya Allah.. Kau jadikan pengikat rindu Rasulullah kepada Khadijah Al-Qubro
dan Engkau jadikan mutiara air kasih sayang Ali Bin Abu Thalib Ra untuk Fatimah Az-zahra,  Kau hiasi keluarga nabi dengann surgamu.. 
Imanku tak sepadan dengan sahabat nabi, tapi Ridohilah langkah suciku
menuju kesempurnaan ibadahku kepadamu…
Hati ini terus bermuhasabah kepada Dzat yang membolak-balikan perasaan. Suara petasan yang cukup keras pun, menandakan mempelai lelaki sudah tiba. Sebentar lagi aku menjadi seorang istri, yang siap melayani sang imam penuntun surgaku. Pandangan ini, pipi ini hingga kesucian ini adalah milik suamiku. Dimana Ridhonya adalah Ridho Ilahi. Langkah ini di sambut meriah dengan matahari, dedaunan, bunga melati,  hingga tanah yang kulalui, semua bersujud mendoakanku  yang ingin mengetuk pintu langit dengan ikatan suci.

            Acara pun di mulai. Semua keluarga, tetangga, rombongan keluarga mertua sudah datang, teman-temanku juga mensupport  ke arahku. Masjid Darussalam bergaya tradisonal khas joglo jawa tengah, berdinding ayat-ayat al-Qur’an  menjadi saksi ikatan suci ini.
            “Apakah benar calon istri saudara bernama Syifa Azzahra Mutiara, binti Saiful Rahman?” tanya Pak penghulu kepada Mas Irsyad
            “Benar Pak.”
            “Alhamdullilah, berarti tidak ketukar yah. Jangan gugup mas, saya tidak suka lelaki kok?” ledek Pak penghulu mencairkan suasana
            “Mahar apa yang mas siapkan untuk sang pujaan hati?” semua orang terdiam.
            “Saya akan memberikan mahar kepada calon istri saya dengan lantunan ayat al-Qur’an surah Al-A’raaf ayat ke 189.” Semua hadirin terheran dengan ucapan Mas Irsyad termasuk diriku. Baru kali ini aku temui di zaman kontomporer seperti ini, ada seorang pemuda  yang meminang kekasihnya dengan bacaan ayat-ayat Allah. Bukan hanya sekadar mahar tetapi seseorang yang menjamin ikatan suci pernikahan dengan ayat-ayat al-Qur’an berarti ada tanggungjawab amalan mahar yang harus dilaksanakan. Lihatlah. Iibu bukan hanya tersenyum saja,  tapi airmatanya pun mengalir.
            Acara inti dimulai. Dari pembacaan ayat-ayat al-Qur’an, pembacaan khattbah nikah hingga Mas Irsyad mengucapkan
            “Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahrin madzkur”
            “Bagaimana saksi? sah?”
            dengan serentak “ Sah.”
            Alhamdulilah…
            Acara berlanjut dengan penandatangan surat nikah. Mencium tangan suamiku. Mas Irsyad membalas dengan kecupan mesra di keningku. hingga penyerahan mahar. Suamiku melatihku membaca surah Al-A’araf hingga mushafnya begini bunyinya
            “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung, kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah. Tuhanya seraya berkata : Sesungguhnya jika Engkau memberi anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur”

Sejenak seluruh isi alam memberikan salam hormat pada sang pengantin yang telah menyatu Karena ridho Ilahi, lewat guratan-guratan  takdir yang terukir di lembaran-lembaran sayap malaikat, getaran-getaran halus yang menyengat hati kita berdua, kini telah menjadi halal bernilai kadar ibadah untuk kita..

 ***
nurul_kh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

wanita itu istimewa

tentang sebentuk makhluk yang begitu indah dan mulia. Ia istimewa. Ia berharga. Ialah wanita. Wanita, aku, dirimu, kita, Alhamdulillah terma...