Karena saya hanya perempuan biasa, sekuat apa saya tak ingin mengira-ngira bahkan tentang percaya yang selalu ku ucap bahwa aku meyakininya. Tetap saja sering sekali saya jatuh pada selemahnya putus asaku. Sebentar saya percaya, sebentarnya lagi terpekur merenungi diri sendiri, bagaimana bisa saya begitu percaya diri memintamu berjalan bersamaku?
Mungkin saya hanya butuh melihat matamu, untuk mencari saya di hatimu ataukah jika tidak, di sana saya bisa membaca cara untuk mematahkan hatiku sendiri. Karena menjadi perempuan penduga itu, tahukah? terasa seperti melakoni perempuan antagonis di hidupmu. Terlalu jahat.
Dan saya mencintaimu, maka setidaknya jika tak bisa ku bahagiakanmu, akankah kau tak membiarkanku sejahat ini? Maksudku, jika memungkinkanmu hapuslah yang abu-abu di mataku. Agar tak lagi ku serapuh perempuan yang mudah putus asa. Agar ku tahu ke mana langkahku semestinya menapak.
Tetapi maaf, bahkan di abu-abunya perasaanmu, perempuan yang sering berkaca di cermin retak ini, selalu saja memintamu dan merapalmu pada Pemilik hatimu.
***
“Sungguh kepunyaanNya lah hatimu itu, mudah saja bagiNya membolak baliknya. Jika ada satu doa saja di dalam pengabulanNya, kamu bisa apa, jika Kun-Nya telah Fayakun?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar